KEKUATAN ALAM DAN KEINDAHANYA


Sabtu, 14 April 2012

SURAT BERHARGA

BAB I

SURAT BERHARGA PADA UMUMNYA

1. Hubungan antara KUHPdt dan KUHD

Antara KUHPdt dan KUHD terdapat hubungan yang erat sekali. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai hubungan antara hukun umum (Lex Generalis) dan Hukum kusus (Lex specialis). Dua macam hukum yang termasuk dalam satu dalam satu bidang inidiatur dalam dua kodifikasi yang berlainan karena sejarah pembentukannya dahulu. Dalam pembentukan kodifikasi nasional yangakan datang sebaiknya dua kodifikasi ini disatukan saja. Atau materi hukum perjanjian yang diatur dalam dua kodifikasi itu diatur dalam satu kodifikasi dibawah nama kitab undang-undang hukum perjanjian.

2. Pengertian surat berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

Surat berharga itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu:

1. sebagai alat pembayaran (alat tukar uang).

2. sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dngan mudah dan seerhana).

3. sebagai surat hak bukti tagih (surat legitimasi).

3. Klausala atas tunjuk dan atas pengganti

Klausala atas tunjuk adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda aan toonder , bahasa inggrisnya to bearer ( Wirjono Prodjodikoro = untuk pembawa) . sedangkan klausala atas pengganti adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda aan order, bahasa inggrisnya to order ( Wirjono Prodjodikoro = orang yang ditunjuk).

Berdasarkan isi perikatan dasarnya, Scheltema menggolongkan surat atas tunjuk dan atas pengganti itu menjadi tiga golongan ( Scheltema, 1938: 27-31) yaitu:

1. Zakenrechtelijke papieren (surat-surat yang bersifat hukum kebendaan).

2. Lidmaatschaps papieren (surat-surat tanda keanggotaan dari suatu persekutuan).

3. Schuldvorderings papieren (surat-surat tagihan hutang).

4. latar belakang penerbitan surat berharga

Penerbitan surat berharga itu sebenarnya adalah pembayaran cara lain dari biasa sebagai pemenuhan isi perjanjian. Perjanjian antara pihak-pihak itu adalah dasar penerbitan surat berharga, yang disebut perikatan dasar.

5 Dasar hukum yang mengikat antara penerbit pemegang surat berharga

Ada empat teori yang terkenal, yang membahas masalah surat berharga (Zevenbergen, 1935:40-45), Yaitu:

1. Teori kreasi atau penciptaan (creatietheorie).

2. Teori kepantasan (redelijkheidstheorie).

3. Teori perjanjian (Overeenkomsttheorie).

4. Teori penunjukan (vertoningstheorie).

6. Surat berharga adalah surat legitimasi

Surat legitimasi artinya surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak. Surat berharga adalah surat legitimasi, artinya sebagai bukti diri bagi pemegangnya bahwa dialah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya.

Berlakunya asas legitimasi pada surat berharga adalah untuk memperlancar peredarannya dalam lalulintas pembayaran, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbit surat berharga.

Pemegang surat berharga formal adalah orang yang mempunyai hakl tagihyang sah, tanpa menyampingkan kebenaran materialnya. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu benar-benarorang yang berhak. Debitur diwajibkan meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.

Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan surat berharga.

7. Upaya tangkisan pada surat berharga

Upaya tangkisan dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Upaya tangkisan absolut (exception in rem)

2. Upaya tangkisan relatif (exception in personam)

Upaya tangkisan absolut (exception in rem).

Timbul dari surat berharga itu sendiri, yang dianggap telah diketahui oleh umum. Jadi melekat pada surat berharga itu, hal atau keadaan yang timbul dari surat berharga itu adalah:

a. cacat bentuk surat berharga.

b. lampau waktu (daluwarsa) dari surat berharga.

c. kelainan formalitas dalam hal melakukan regres.

Upaya tangkisan relatif (exception in personam)

Upaya tangkisan ini tidak dapat diketahui dari bentuk surat berharga itu, melainkan hanya dapat diketahui dari hubungna hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan yang didahului pemegang terakhir, khususnya dengan pemegang pertama, hubungan hukum mana lazim disebut perikatan dasar. Upaya tangkisan ini baru dapat digunakanapabila pemegang yang memperoleh surat berharga itu adalah tidak jujur, tujuannya untuk mencegah jangan sampai fungsi surat berharga itu terganggu, selain itu juga untuk menghormati dan menjaminhak dari pemegang yang jujur.

8. Sejarah pengaturan surat berharga

Khusus mengenai sejarah pengaturan surat berharga, pada waktu dahulu dikenal tiga macam sistem pengaturan yang berlainan satu sama lain, yaitu :

1. Pengaturan menurut sistem Perancis

2. Pengaturan menurut sistem Jerman

3. Pengaturan menurut sistem Inggris

9. Surat berharga diluar KUHD

Walaupun dalam praktiknya timbul surat berharga yang belum diatur dalam KUHD. Tidaklah berarti bahwa ketentuan dalam pasal-pasalmengenai surat berharga dalam KUHD tidak dapat diperlakukan. Surat berharga yang timbul diluar KUHD tersebut tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUHD yang berlaku bagi surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur sendiri, sesuia dengan fungsi dan tujuan penerbitan surat berharga itu.

BAB II

SURAT WESEL

10. Pengertian surat wesel

Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel tetapi dalam pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formalsepucuk surat wesel, atas dasar ini dapat disimpulkan atau dirumuskan pengertian atau definisi surat wesel itu. Surat Wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbitmemerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.

Beberapa Personil Wesel

Dalam hukum wesel, dikenal beberapa personil wesel, yaitu orang-orang yang terlibat dalam lalulintas pembayaran dengan surat wesel, mereka itu ialah:

1. Penerbit, adalah orang yang mengeluarkan surat wesel. (Belanda=trekker, Inggris=drawer)

2. Tersangkut, adalah orang yang diberi perintah tanpa syaratuntuk membayar. (Belanda = betrokkene, Inggris=drawee)

3. Akseptan, adalah tersangkut yang telah menyetujui untuk membayar surat weselpada hari bayar, denga memberikan tanda tangan. (Belanda=acceptant, Inggris=acceptor)

4. Pemegang pertama, adalah orang menerima surat wesel pertama kali dari penerbit.(Belanda=nemer, Inggris=holder)

5. Pengganti, adalah orang yang menerima peralihansurat wesel daripemegang sebelumnya.(Belanda=geendosseerde, Inggri=indorsee)

6. Endosan, adalah orang yang memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikut. (Belanda=endosant, Inggris= Indorser).

11. Penerbitan dan bentuk surat wesel

Latar belakang penerbitan surat wesel itu ialah perjanjian yang terjadi antara penerbit dan penerima surat wesel , perjanjian mana menimbulkan hubungan hukum (rechtsbetrekking, legal relation) antara kedua belah pihak. Dalam hubungan hukum itu penerbit berkewajiban melakukan pembayaran dengan surat wesel, sedangkan penerima atau pemegang berhak atas pembayaran sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel itu.

12. Syarat-syarat formal surat wesel

Menurut ketentuan pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut:

1. Istilah wesel harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.

2. perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3. nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).

4. Penetapan hari bayarnya (hari jatuh).

5. penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan.

6. nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan

7. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.

8. Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Apabila surat wesel tidak memuat salah satu dari syarat-syarat formal tersebut, surat itu tidak dapat diperlakukan sebagai surat wesel menurut undang-undang, kecuali dalam hal-hal berikut ini:

1. Surat wesel yang tidak menetapkan hari bayarnya, dianggap harus dibayar pada hari diperlihatkan (op zicht).

2. Jika tidak ada penetapan khusus, maka tempat yang ditulis disamping nama tersangkut, dianggap sebagai tempat pembayaran dan tempat dimana tersangkut berdomisili.

3. Surat wesel yang tidak menerangkan tempat diterbitkan, dianggap ditanda tangani ditempat yang tertulis disamping nama penerbit. (lihat psl 101 KUHD).

13. Bentuk-bentuk surat wesel khusus

Ada lima macam bentuk surat wesel khususyang diatur oleh undang-undang, yaitu:

1. Wesel atas pengganti penerbit.

2. Wesel atas penerbit sendiri.

3. Wesel untuk perhitungan orang ketiga.

4. Wesel incasso (wesel untuk menagih)

5. Wesel berdomisili.

14. Kewajiban dan tanggung jawab penerbit

Penerbit berkewajiban menjamin akseptasi dan pembayaran surat wesel yang diterbitkannya untuk terjaminnya pembayaran, penerbit harus telah menyediakan dana pada tersangkutpada hari bayar. Penerbit tetap bertanggungjawab terhadap pemegang surat wesel yang jujur .

15. Tentang Endosemen

Endosemen diatur dalam pasal 110 s.d 119 KUHD. Endosemen adalah suatu lembaga dalam hukum wesel, dengan mana hak tagih dari pemegang surat wesel dapat diperalihkan kepada pemegang berikutnya dengan cara yang sederhana.

Endosemen berasal dari kata bahasa perancis “endossement”, bahasa inggrisnya “indorsement”, yang berati pernyataan yang ditulis dibelakangsurat berharga. Kata endos artinya belakang.

Dalam undang-undang dikenal bermacam-macam endosemen

Ada empat macam endosemen, yaitu:

1. Endosemen biasa (psl 110 ayat 1 KUHD)

2. Endosemen blanko (Psl 112 ayat 2 KUHD)

3. Endosemen incasso (Psl 117 KUHD)

4. Endosemen Jaminan (Psl 118 KUHD)

Endosemen selain berfungsi peralihan hak tagih juga berfungsi sebagai kuasa untuk menagih dan untuk menjamin hutang, setiap endosemenharus dilakukan tanpa syarat. Endosemen yang dilakukan untuk sebagian adalah batal. Akibat hukum dari endosemen ialah bahwa segala yang dilegitimasikan oleh dan timbul dari surat wesel itu berpindah dari endosan kepada endorsi. Endorsi yang jujur mendapat perlindungan hukum.

16. Tentang Akseptasi

Akseptasi diatur dalam Psl 120 s.d. 128 KUHD. Akseptasi adalah suatu lembaga dalam hukum wesel, dengan mana tersangkut menyatakan setujuuntuk membayar surat wesel pada hari bayar. Dengan pernyataan itu tersangkut menjadi terikat sebagai debitur menurut hukum wesel, terikatnya tersangkut untuk membayar itu ditentukan oleh tanda tangan yang dicantumkan dalam surat wesel itu.

17. Tentang Aval (Jaminan)

Aval diatur dalam pasal 129 s.d. pasal 131 KUHD. Aval adalah suatu lembaga jaminan dalam hukum wesel, dengan mana pihak ketiga mengingatkan diri untuk menjamin pembayaran surat wesel itu pada hari bayar. Artinya apabila pada hari bayar pemegang tidak memperoleh pembayaran dari akseptan, orang yang memberi jaminan ini akan membayarnya.

18. Tentang Hari bayar

Hari bayar diaturdalam pasal 132 s.d. pasal 136 KUHD. Yang dimaksud dengan hari bayar (vervaldag, time of payment) ialah hari penawaran surat wesel untuk memperoleh pembayaran.

Untuk mengetahui hari kapan surat wesel itu dapat dibayarkan bergantung pada bentuk surat wesel yang diterbitkan oleh penerbitnya. Menurut ketentuan pasal 132 KUHD ada empat cara penentuan hari bayar itu:

1. Pada waktu diperlihatkan (op zicht, at sight) pada waktu itulah surat wesel itu dapat dibayar.

2. pada waktu tertentu sesudah diperlihatkan (nazicht, after sight) sesudah diperlihatkan itulah dapat diketahui hari bayarnya karena dihitung sejak tanggal diperlihatkan.

3. pada waktu tertentu sesudah tanggal penerbitan, misalnya dua bulan sesudah tanggal penerbitan.

4. pasa tanggal yang ditentukan dalam teks surat wesel.

19. Tentang pembayaran

Pembayaran diatur dalam pasal 137 s.d. pasal 141 KUHD. Yang dimaksud dengan pembayaran ialah penyerahan sejumlah uang yang disebutkan dalam surat wesel oleh tersangkut atau ekseptan kepada pemegang surat wesel sebagai pemenuhan prestasi. Pembayaran adalah tujuan akhir dari penerbitan surat berharga.

20. Tentang hak regres

Hak regres diatur dalam pasal 142 s.d. pasal 153 KUHD. Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang surat wesel baik karena terjadi non akseptasi maupun karena terjadi non pembayaran. Yang dimaksud dengan hak regres ialah hak untuk menagihkepada debitur wesel yang berwajib regres berhubung karena tersangkut tidak mau mengakseptasi ketika ditawarkan akseptasi, atau karena tersangkut tidak membayar ketika dimintakan pembayaran pada hari bayar. Karena itu pemegang memintakan kepada debitur yang berwajib regres supaya membayar sendiri surat wesel itu kepada pemegangnya.

Adapun hal-hal yang menyebabkan pemegang surat wesel menggunakan hak regresnya adalah:

1. karena adanya penolakan akseptasi dari tersangkut, baik seluruhnya maupun sebagian, sehingga terdapatkeadaan non akseptasi.

2. karena adanya penolakan pembayaran dari akseptasi setelah terjadi akseptasi, sehingga terdapat keadaan non pembayaran.

3. karena adanya penolakan akseptasi dan sekaliguspenolakan pembayaran dari tersangkut, sehingga terdapat keadaan non akseptasi dan non pembayaran.

21. Tentang Intervensi

Intervensi diatur dalam pasal 154 s.d. pasal 162 KUHD. Intervensi adalah lembaga yang diatur dalam hukum wesel, dengan mana pihak ketiga baik secara sukarela maupun karena ditunjuk debitur regres dalam keadaan darurat, mengikatkan diri sebagai pengantara untuk melakukanakseptasi atau pembayaran surat wesel. Debitur regres yag dapat menunjuk orang ketiga menjadi pengantara adalah penerbit, endosan, avalis. Sedangkan orang yang dapat melakukan intervensi atas menjadi pengatara adalah pihak ketiga, bahkan tersangkut sendiri, atau orang yang telah terikat karena surat wesel itu, kecuali akseptasi (psl 154 ayat 1,2,3 KUHD).

22. Lembaran, turunan, dan wesel yang hilang

Lembaran surat wesel diatur dalam pasal 163 s.d. 165 KUHD. Lembaran adalah terjemahan istilah dari bahasa belanda : exemplaar”, dalam bahsa inggris disebut dengan istilah “the same tenor”. Yang dimaksud dengan lembaran surat wesel ialah surat wesel yang diterbitkan dalam beberapa lembar yang sama bunyinya (Pasal 163 ayat 1 KUHD).

Turunan surat wesel diatur dalam pasal 166 dan 167 KUHD. Turunan surat wesel adalah istilah dalam bahasa belanda “wissel-afschriften”, dalam bahasa inggris”copy of bill of exchange”. Yang dimaksud dengan turunan surat wesel adalah salinan yang dibuatdengan cermatmenggambarkan aslinya dengan segala endosemen dan catatan lainnya yang ada padanya (pasal 166 ayat 2 KUHD)setiap pemegang surat wesel behak membuat beberapa turunan surat wesel itu (psl 166 ayat 1 KUHD).

Surat wesel yang hilang diatur dalam pasal 167a dan 167b KUHD. Kehilangan surat wesel artinya lenyapnya surat wesel dari penguasaan pemegangnya diluar kemauannya, bagi orang kehilangan surat wesel tidaklah berarti bahwa ia tidak kan mendapatkan pembayaran atas haknya itu. Ia masih dapat memperoleh pembayaran dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur oleh undang-undang.

23. Penggunaan wesel dalam perdagangan luar negeri

Dalam lalulintas pembayaran juga digunakan valuta asing. Dalam penggunaan valuta asing mungkin akan dialami berbagai kesulitan misalnya perbedaan nilai uang, kesulitan memperoleh valuta asing, dan sebagainya. Hal ini semua dapat diatasi apabila digunakan jasa bank. Jika digunakan jasa bank, biasanya dalam lalu lintas pembayaran, digunakan surat berharga dalam hal ini surat wesel.

Beberapa keuntungannya :

1. dengan menggunakan jasa bank semua lalu lintas pembayaran internasional dapat berjalan lancar.

2. bersifat praktis karena tidak perlu melakukan pembayaran secara langsung, cukup berhubungandengan bankir dalam negeri.

3. menghindarkan kesulitan penggunaan valuta asing dalam pembayaran.

4. dengan dokumen-dokumen yang diterima, langsung dapat menerima barang yang diimpor itu.

Wesel berdokumen

Dalam surat wesel pembayaran luar negeri dilampirkan juga dokumen-dokumen seperti bill of lading, invoice, policy. Surat wesel demikian disebut surat wesel berdokumen.

Ada dua macam surat wesel berdokumen, yaitu :

1. Document against aceptance (disingkat D/A) artinya dokumen-dokumen diserahkan sesudah surat wesel diakseptasi.

2. Document against Payment (disingkat D/P) artinya dokumen-dokumen diserahkan sesudah surat wesel dibayarkan.

Singkatan D/A atau D/P itu biasanya dituliskan pada surat weselnya sehingga mudah dikenal oleh pemegangnya.

Rabu, 04 Januari 2012

Pajak Penghasilan Pasal 21 UU NO 36 THN 2008

Artikel

Tentang

Pajak Penghasilan Pasal 21

Tentang Apa itu Pajak PPh Pasal 21

1. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

2. Pemotong PPh Pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.
d. Perusahaan dan bentuk usaha tetap.
e.Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Penyelenggara kegiatan.

3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d. Penerima honorarium.
e. Penerima upah.
f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).

4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

- bukan warga negara Indonesia dan
- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;

c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;


d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)

2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;

7. agen iklan;

8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;

9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

Minggu, 18 Desember 2011

KEPMEN DAGRI NOMOR 54 TAHUN 2006 TENTANG PEMBATALAN PERD KAB SRAGEN NOMOR 6 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 54 TAHUN 2006

TENTANG

PEMBATALAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN SRAGEN NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

RETRIBUSI DISPENSASI MASUK JALAN DALAM IBUKOTA KABUPATEN SRAGEN

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi Dispensasi Masuk Jalan Dalam Ibukota Kabupaten Sragen, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a diatas, perlu ditetapkan pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi Dispensasi Masuk Jalan Dalam Ibukota Kabupaten Sragen, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4538);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).

Memperhatikan : Pertimbangan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-074/ MK.10/2006 tanggal 22 Mei 2006.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : Membatalkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi Dispensasi Masuk Jalan Dalam Ibukota Kabupaten Sragen, dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, karena :

1. Penggunaan jalan oleh umum harus sesuai dengan peruntukan kelas jalan.

2. Terhadap pengguna jalan telah dikenakan pungutan tidak langsung berupa Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar kendaraan bermotor.

KEDUA : Agar Bupati Sragen menghentikan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi Dispensasi Masuk Jalan Dalam Ibukota Kabupaten Sragen, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan Keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan apablia dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 14 Agustus 2006

MENTERI DALAM NEGERI,

ttd.

H. MOH. MA’RUF, SE

Tembusan:

1. Presiden Republik Indonesia;

2. Wakil Presiden Republik Indonesia;

3. Menteri Keuangan Republik Indonesia;

4. Menteri Perhubungan Republik Indonesia;

5. Gubernur Jawa Tengah;

6. Ketua DPRD Kabupaten Sragen.